Minggu, 17 Agustus 2008

Bangsa


Seorang DPR berkunjung ke sebuah sekolah dasar dimana dulu ia menuntut ilmu, dan ia diijinkan berbicara dengan anak-anak di salah satu kelas.
Ia maju menulis kata "TRAGEDI" dengan kapur di papan tulis.
"anak-anak, apakah kalian tahu arti dari kata tragedi?" tanyanya.

Seoarang anak yang tambun menjawab dengan percaya diri:
"Seorang kakek terjatuh dari pohon kelapa ketika ia hendak memetik buah kelapa untuk cucunya"
Bapak DPR menggeleng, "Bukan. Itu namanya kecelakaan"

Anak lain mengajungkan jarinya dan menjawab:
"Sekelompok atlet menginap di wisma dan tiba-tiba tsunami dan menewaskan semuanya"
Bapak itu kembali menggeleng, "Bukan. Itu namanya bukan kehilangan besar bagi bangsa"

Akhirnya anak lain menjawab:
"Ketika sekelompok besar bapak anggota DPR naik helikopter dan diatas sana helikopter goyang sehingga semua anggota DPR itu jatuh ke jurang"
Bapak itu bingung dan bertanya kembali, "kenapa kau sebut itu tragedi nak?"

anak itu menjawab:
"Sebab, itu bukan kecelakaan, dan juga bukan kehilangan besar bagi bangsa, pak"

Kamis, 07 Agustus 2008

Tuhan Mestikah Ada?


Di Jerman pada abad ke-13, seorang pengkhotbah Ordo Dominikan, Meister Eckhart, berdoa dengan menyebut Gotthes (Tuhan) dan Gottheit (Maha Tuhan). yang pertama adalah "pengertian" tentang Tuhan, sebuah konsep. sedangkan pengertian yang kedua adalah sesuatu yang tak terjangkau oleh konsep, sesuatu yang tak tertakar. Maka, si Eckhart berdoa demikian: "aku mohon .. agar aku dijauhkan dari Gotthes"
Tahun 1329, Paus Yohanes XXII menuduhnya 'bidaah'. Eckhart diadili dan ditemukan mati sebelum vonis dijatuhkan pada dirinya.
Menurutku, Tuhan bukanlah hasil keinginan kita. Tuhan tak benar-benar harus ada, bahkan Ia mengatasi ruang yang bernama 'ada'. Ia mampu tanpa Ada. Ia datang dalam kemerdekaan karena kasihNya.

Iman & Sarang



Iman selamanya akan ditorehkan sebagai jejak-jejak ketabahan. Tapi iman juga dibaca sebagai antagonisme. Kita bahkan bisa menampik bahwa bagi sebagian orang, imannya kepada Sang Maha Agung itu memberikan dirinya daya yang luar biasa dan sulur inspirasi yang tak pernah terhenti. Tapi, kita juga tak mampu menyanggah bahwa keyakinan abstrak itu juga membuat sebagian menghalalkan penindasan, membangkitkan kekerasan, dan menumpahkan darah.
Iman tak ubahnya perisai. Ia menjadi pelindung seseorang dari kerasnya sekitar, tapi juga sebagai perisai membela diri untuk menyerang yang lain.
Lalu kenapa iman mesti sebagai perisai?

Aku termenung. Sekali lagi aku dengar suara jengkrik, serangga yang mudah terinjak itu. Aku ingat semut yang mudah diusir, nyamuk yang dengan mudah dimusnahkan, laba-laba yang mudah diterjang, burung-burung yang mudah dihalau. Tapi mereka memiliki ruang yang privat. Entah liang, entah gua, entah sarang, yang selalu mengandung rahasia terdalam. Bagian dari desain Tuhan yang menakjubkan.