Hans Christian Andersen mengarang 156 buku cerita yang sudah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa. Beberapa di antaranya sudah begitu meluas sampai banyak orang tidak tahu lagi bahwa itu adalah karangan Andersen. Misalnya cerita tentang raja yang keranjingan pakaian mewah, lalu ditipu pembeli kain “begitu halus sampai tidak tampak”. Padahal kain itu sebenarnya tidak ada sehingga raja menjadi tertawaan rakyat, karena raja yang merasa berpakaian kain halus gemerlap itu tampil telanjang di depan rakyatnya. Atau cerita seorang gadis yang terpaksa menyalakan sebatang demi sebatang korek api demi menghangatkan tubuhnya diantara dinginnya salju, sampai ketika ia menyalakan batang korek api terakhir dan muncul neneknya dalam gemilang cahaya dan membawanya pergi menuju negeri yang lebih hangat.
Andersen lahir tahun 1805 di Odense, Denmark. Ayahnya seorang tukang sepatu berusia 22 tahun, ibunya berusia 37 tahun. Ayahnya suka membacakan cerita kepada Andersen namun ia kehilangan ayahnya sewaktu ia berusia 11 tahun. Ibunya kemudian menjadi seorang tukang cuci. Dengan bantuan beberapa dermawan, ia masuk perguruan tinggi yang memilih fakultas sastra.
Cerita yang sajikan oleh Andersen seolah memaparkan sebuah proses yang bernama hidup itu sendiri. Dalam ceritanya terselip berbagai kisah tantangan dan kesulitan, tokoh selalu mendapat hikmahnya. Sang tokoh terkadang bertemu dengan yang baik, kadang yang buruk, saling berganti, dan saling menjalin. Mungkin kita masih ingat dengan kisah bebek yang buruk rupa, yang pedih perih karena dianak tirikan, tetapi menemukan dirinya dalam ‘komunitas’ sesungguhnya, angsa yang anggun. Atau barangkali masih ingat gadis yang lahir dari kelopak bunga dengan tubuh sebesar jempol, ia kedinginan, ketakutan, tetapi terkadang menemukan katak, kumbang, kupu-kupu yang membawanya dalam aman.
Pengalaman baik dan yang buruk silih berganti dalam jalan hidup ini. Mungkin begitu pula kita memandang hidup dengan kacamata iman. Hidup ini adalah sebuah proses yang membawa sekelumit suka dan duka, kebaikan dan keburukan, rasa aman dan ketakutan, pujian dan cercaan, sanjungan dan celaan, dan sebagainya. Tapi beruntung kita mempunyai harapan dalam Kristus, yang memampukan kita tetap bertahan.
Tuhan akan mendewasakan kita dengan setiap peristiwa yang tampil dalam gelanggang hidup ini, sampai suatu saat Ia datang dan merengkuh kita dalam dekapanNya. Kita tak akan pernah meminum cawan pahit kecuali yang endapannya madu, tak akan pernah berjalan dalam lorong hidup yang gelap kecuali berakhir pada terang, tak akan pernah kehilangan seorang sahabat sampai kita menemukannya dalam sinsingan fajar pagi. Anda dapat marah dan mengumpat Tuhan, tapi tak dapat menghindarkan Ia untuk menemukan dan mencintai Anda.
Andersen lahir tahun 1805 di Odense, Denmark. Ayahnya seorang tukang sepatu berusia 22 tahun, ibunya berusia 37 tahun. Ayahnya suka membacakan cerita kepada Andersen namun ia kehilangan ayahnya sewaktu ia berusia 11 tahun. Ibunya kemudian menjadi seorang tukang cuci. Dengan bantuan beberapa dermawan, ia masuk perguruan tinggi yang memilih fakultas sastra.
Cerita yang sajikan oleh Andersen seolah memaparkan sebuah proses yang bernama hidup itu sendiri. Dalam ceritanya terselip berbagai kisah tantangan dan kesulitan, tokoh selalu mendapat hikmahnya. Sang tokoh terkadang bertemu dengan yang baik, kadang yang buruk, saling berganti, dan saling menjalin. Mungkin kita masih ingat dengan kisah bebek yang buruk rupa, yang pedih perih karena dianak tirikan, tetapi menemukan dirinya dalam ‘komunitas’ sesungguhnya, angsa yang anggun. Atau barangkali masih ingat gadis yang lahir dari kelopak bunga dengan tubuh sebesar jempol, ia kedinginan, ketakutan, tetapi terkadang menemukan katak, kumbang, kupu-kupu yang membawanya dalam aman.
Pengalaman baik dan yang buruk silih berganti dalam jalan hidup ini. Mungkin begitu pula kita memandang hidup dengan kacamata iman. Hidup ini adalah sebuah proses yang membawa sekelumit suka dan duka, kebaikan dan keburukan, rasa aman dan ketakutan, pujian dan cercaan, sanjungan dan celaan, dan sebagainya. Tapi beruntung kita mempunyai harapan dalam Kristus, yang memampukan kita tetap bertahan.
Tuhan akan mendewasakan kita dengan setiap peristiwa yang tampil dalam gelanggang hidup ini, sampai suatu saat Ia datang dan merengkuh kita dalam dekapanNya. Kita tak akan pernah meminum cawan pahit kecuali yang endapannya madu, tak akan pernah berjalan dalam lorong hidup yang gelap kecuali berakhir pada terang, tak akan pernah kehilangan seorang sahabat sampai kita menemukannya dalam sinsingan fajar pagi. Anda dapat marah dan mengumpat Tuhan, tapi tak dapat menghindarkan Ia untuk menemukan dan mencintai Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar