Jumat, 26 Februari 2010

Salibkan Dia! Salibkan Dia!



Seorang anak laki-laki dipilih mewakili organisasi dalam sebuah drama penyaliban Yesus. Seperti biasanya, pada hari Jumat Agung, sebuah kelompok kepemudaan diminta untuk mementaskan Passio. Dalam darama ini, anak kecil tersebut berperan sebagai kerumunan manusia. Selama seminggu anak kecil mengharapkan bahwa penampilannya akan sangat mempesona bersama dengan para seniornya dan ditatap oleh ribuan umat.
Satu jam sebelum mereka mementaskan Passio, anak-anak kecil itu dipanggil dan diberi instruksi. Sutradara menunjuk kepada 12 orang yang memakai serban ungu dan berkata, “Itulah pemimpinmu. Lakukan apa yang mereka perintahkan, dan berteriaklah persis seperti mereka.”
Beberapa menit kemudian, anak-anak termasuk anak kecil tadi sudah berada di ruang altar yang sengaja disiapkan untuk mementaskan drama tersebut. Di salah satu sudut berdirilah Yesus. Disebelah-Nya berdiri Pilatus. Lalu anak kecil tadi enceritakan apa yang terjadi:
“Bebaskan Barabas! Bebaskan Barabas!” orang-orang mulai berteriak, dan aku berteriak bersama mereka.
“Apa yang harus ku lakukan?” teriak suara dari balkon, “dengan Yesus yang menyebut diri-Nya Kristus?”
“Salibkan Dia! Salibkan Dia!” teriakan-teriakan itu semakin keras. Bersahut-sahutan. Aku pun ikut meneriakan kata-kata jahat itu. Aku secara sadar meneriakannya, aku mendengar teriakanku sendiri.
Tiba-tiba aku merasa dingin, aku bergetar dalam nubari tanpa bisa dihentikan. Aku tidak tahu kapan aku mulai menangis. Namun air mataku mengalir dengan deras membasahi wajahku dan aku mengaduh dalam pilu, “Jangan, jangan, jangan!!”

Tidak ada komentar: