Rabu, 16 Juni 2010

Freedom


Dalam salah satu bagian novel Dostoyewski yang terkenal, Karamazov Bersaudara, ada satu cerita fantasi: Yesus datang kembali ke Spanyol ketika rezim Inkuisisi mengusut kehidupan beragama setiap orang dan menghukum siapa saja bila tampak menyeleweng dari jalan yang benar. Hampir tiap hari ada orang yang dibakar hidup-hidup. Yesus bersedih. Tetapi Sang Inkuisitor Agung malah menangkap Juru Selamat itu dan memberi argumen: ingatlah, manusia pada dasarnya tak bisa diberi kepercayaan untuk merdeka dan memilih jalannya sendiri.
Tetapi sejauh mana sebenarnya para pembesar agama bisa mengubah manusia—seraya mengabaikan kemerdekaan? Di awal tahun 1542 Calvin menguasai dan mengatur Jenewa sebagai sebuah ”negara Kristen”, dengan Alkitab sebagai sumber hukum dan para pendeta sebagai penafsirnya. Selama 25 tahun eksperimen ini berjalan. Tetapi kini, apa sisanya? Jenewa jadi sebuah kota di mana bank-bank beroperasi, memungut bunga juga dari uang simpanan yang mungkin saja tak halal. Dan di tahun 2000 ini kita semakin tahu: nama Tuhan tak bisa dipergunakan terus-menerus untuk memberi tera kepada kekuasaan manusia. Tiap premis yang mutlak pada akhirnya dibatalkan. Ada selalu yang akan mencari sebuah tempat yang masih membiarkan tanda tanya tetap hidup dan kerendahan hati memegang peran.
Barangkali kemerdekaan dimulai dengan hal kecil yang tak boleh dilakukan, dan hal kecil itu jadi perkara yang amat penting. Hal kecil, masalah besar: mungkin tak ada ukuran terhadap sesuatu yang ditiadakan dari sebuah ruang dalam diri kita yang paling dalam, paling privat, di mana kekuasaan dan kekuatan apa pun tak akan mampu menyentuh—meskipun kita ketakutan.
Kemerdekaan hadir sepenuhnya ketika ketakutan itu tak ada.

Tidak ada komentar: