Senin, 28 Juli 2008

Waktu: Cermin yang Menggelembung


Waktu adalah cermin. Di dalamnya, setiap masa yang berlalu, akan saya lihat: guratan umur yang semakin nyata. keriput yang semakin banyak. pori-pori kulit membesar. rambut memutih dan rontok.
Dan ketika waktu dibaca sebagai angka: dalam setiap masa yang berlalu kita tahu jangka waktu hidup yang sama tak akan tercapai lagi. ujung jalan sudah tampak. dalam masa itulah masa depan jadi lebih tentu: hidup akan berakhir. Saya tidak akan menyaksikan batang muda yang ditanam tumbuh menjadi pohon-pohon tinggi dan rimbun, seperti deretan pokok asam dan mahoni di tepi jalan raya di masa kecil saya. saya tidak akan merasakan jalan0jalan tidak macet, polusi udara kurang karena bensin tak lagi dipakai, bulan tak lagi kusam ketika malam purnama, dan mneyaksikan yang lebih manusiawi di rumah sakit umum, di penjara, di kakilima, di museum dan teater yang dikunjungi. Ya, akan banyak hal yang takan pernah ku alami kembali.
Waktu yang "copot dari sendirinya" memang terasa mencemaskan. tapi rasa cemas itu tak melumpuhkan manusia. Dalam waktu, manusia seakan-akan terlontar. Ia mengalami kebebasan dari hukum sebab akibat, tetapi dengan itu ia masuk dalam momen "kejadian". seperti nada dalam harmoni, "kejadian" tak berlangsung dalam waktu yang sudah disusun; ia justru membuka waktunya sendiri. Bahkan pada akhirnya, "kejadian" atau "penciptaan" tak bisa selamanya berada dalam harmoni. Hidup adalah cakupan harmonis ke dalam sebuah susuanan yang macam-macam nada, termasuk yang sumbang atau, "sebuah polifoni yang terserak".

2 komentar:

Anonim mengatakan...

that's way too cool.

Anonim mengatakan...

Nice blog !
Great pictures !