Jumat, 03 April 2009

Passio Iesu


Goethe: Kita tutupi dengan cadar penderitaan Kristus, semata-mata karena kita menghormatiNya sebegitu dalam ...
Kalimat ini mungkin ada benarnya, lukisan-lukisan sengsara Kristus selalu dilukiskan dengan enigmatik yang suram namun agung. Namun, Mel Gibson degan The Passion of The Christ menerobos pernyataan tersebut.

Tahun 2004, ia mencabik-cabik cadar itu – dengan menampilkan Golgota yang penuh dengan percikan darah, serpihan daging yang berceceran dimana-mana setelah Sang Tubuh dengan tiada henti dibawah sinar matahari. The Passion of Christ terlalu menggelembungkan yang dianggap relevan.
Barangkali film ini menunjukkan apa yang paling relevan dalam cerita Passio Iesu: bukan cinta kasih yang total dan mendalam, tapi siksa gemas dan tubuh yang hancur kesakitan.

Tidak ada komentar: