Selasa, 24 Juni 2008

Sanctissima, Ora Pro Nobis

Emak duduk diatas batu. Matanya terpejam namun sekalipun begitu ia memeluk semesta dalam batinnya. Jemarinya mahir bergulir di bulir-bulir kenari yang lambat menjadi halus lantaran bergesek terus menerus.
Butir-butir kenari luntur dimakan waktu, dan rantai halusnya pun tampak legam. bulir berlalu sebutir demi sebutir, hanya kata yang tak terdengar menguap bersama hening semesta. Sejak Buyung masih netek, Emak sudah terbiasa dengan bulir yang mistik itu bahkan sampai Buyung bisa berlari pun Emak masih bersikukuh dengan bulir-bulir miliknya. Satu-satunya.
"Emak, biar Buyung saja yang membantu memutar bulir itu"
"Kamu masih buyung, cukup emak yang memutarkan bulir itu bagimu"
Emak tabah memutar bulir-bulir kenarinya bersama kata-kata mistik yang tak pernah ku pahami. Ia menjalani takdirnya. Tapi ku tahu pasti, untukkulah kata-kata yang keluar seiring biji yang ranum itu tak lain adalah aksara yang senantiasa bergesek
berputar ke ruang suci..

Tidak ada komentar: