Senin, 09 Juni 2008

Tuhan Menyapa

“Tuhan memanggil” mungkin kata yang terlampau menggelembung. Tapi adakah yang lebih mengharukan dari “panggilan” itu?
Dan perihal”‘panggilan” itu, salahkah bila Yang Terkudus tak melulu hadir dalam hening sunyi tanpa bunyi? Bukanlah Ia juga bergetar dalam resonansi yang kerap kali tertangkap oleh kornea mata. Dan kita semua sadar memiliki indera penglihatan selain pendengaran?
Mata memang menyimpan daya yang ampuh. Butiran momen tersusun pejal dalam pigmen yang merekah. Pandangan melahiran rupa, sedang rupa menerobos masuk dalam wacana, mengatasi konsep, rumus, nalar dan membuncah keluar dalam satu aksi yang tak selalu dimengerti.
Matius sangat jeli bermain aksara. Ia menulis prolog Injil minggu ini: “Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka ..”. Belas kasian! tampaknya sikap ini yang meluntur seiring deting sang waktu. slide momen itu pula yang terekam dalam mata Sang Terkudus, dan membuncah keluar dalam aksi panggilan dan pengutusan.
Mungkin “panggilan” bukan kata yang menggelembung. “Terpanggil” berarti terpesona kepada yang-beda, menyentuh apa yang terbatas dalam diri sendiri pada saat bersua dengan yang-lain, dan sadar bahwa bahasa tak bisa menangkap apa yang ada dalam diriku dan yang-lain itu.
Mungkin seperti Abraham di Moriah: para rasul tak tahu apa faedah panggilan dan pengutusan bagi dirinya sendiri atau bagi Tuhan, tapi di saat ia membebaskan diri pamrih, ia tak terperangkap oleh Rakus, mengatasi rasa takut akan hilang di ”dunia yang profan”. Pada titik itulah, Roh Tuhan berdaya optimal.
Kini, beribu tahun, tak jarang hubungan manusia dengan Tuhan tak ubahnya proses pertukaran yang dikalkulasi. Manusia menyembah Tuhan dengan mesin hitung pahala yang dipegang dengan was-was: jangan-jangan Tuhan selalu kekurangan. Orang pun berlomba melipatgandakan ibadat dan amal demi pahala. Jika itu yang terjadi, alangkah jauh telah melangkah dari sebuah kata awal yang sederhana: “oleh belas kasihan ..”
Panggilan terajut nyata dalam lembaran iman, sedang iman tak lain adalah anak tangga menuju Tuhan. Di mana setiap anak tangganya tersusun dari bongkahan rasa gelisah mencari, kegalauan ingin menemukan dan juga niat untuk merombak.
Deus mitto vos!

Tidak ada komentar: