Minggu, 22 Februari 2009

Peradaban dan Kebiadaban


Pembunuhan adalah materialisme yang menipu diri dan ganas. Ia meletakan jasmani sebagai suatu dasar yang harus dihancurkan, yang tanpa disadari pada saat yang bersamaan ia memuskahkan sesuatu yang berarti, yang beragam, yang hakiki dan yang berharga dari sebuah jasmani.
Kakek saya dibunuh oleh penjajah Jepang yang menduduki kota kami, ditahun yang bersamaan dengan kelahiran ayahandaku. Ayahku memang tak pernah tahu bagaimana wajah dan suara kakek, kecuali memandangnya dari selembar foto hitam putih yang pernah digantungkan di dinding ruang keluarga.

Dari nenekku, aku mendengar bahwa banyak laki-laki yang menentang dan dianggap membahayakan penjajah akan dihilangkan. Mereka akan dijemput dengan truk besar dan dibawa ke kawasan Mandor – Kalimantan Barat, dan sesampainya di lokasi, tawanan akan dipaksa menggali lubang yang besar dan dalam. Setelahnya, tawanan akan berdiri berjejar di tepi lubang itu, dan butiran timah panas menerobos raga mereka tanpa ampun.

Sore itu..
Tawanan itu paham, bahwa ia menggali kubur bagi mereka sendiri.
Istri dan anak-anak yang ditinggalkan juga paham, bahwa moment mereka dijemput oleh penjajah adalah momen terakhir mereka beratap muka, mengingat nama..
Dan barangkali serdadu pun tahu, bahwa ia menjalankan anarki, memusnahkan jasmani sebagai pembuktian kekalahan mendalam terhadap martabat hakiki manusia.
Tentu saja, kisah peradaban selalu terselip kisah kebiadaban, selalu ada darah anyir yang membasahi bumi pertiwi.

Tidak ada komentar: